“Penjagal Iblis: Dosa Turunan” mungkin tak masuk daftar film terbaik akhir tahun, meski berpotensi jadi karya seni luar biasa. Namun, film ini membuktikan sineas kita mampu berkreasi melampaui formula mainstream agar tak monoton.
Kisah bermula saat wartawan Daru (Marthino Lio) menangani dua kasus: pembunuhan keluarga dan pembunuhan berantai para pemuka agama. Tommy Dewo, sutradara dan penulis naskah, memiliki premis menarik, terutama kasus kedua yang langsung memikat penonton.
Daru, karakter utama, juga menarik. Film ini sering memakai voice over untuk ungkapkan perasaannya, bukan hanya karena masa lalunya menimbulkan perdebatan moral jurnalistik. Sayang, “suara hati” ini kurang penting karena lebih menghibur penonton lewat alur cerita dan humor media.
Dalam investigasinya, Daru mewawancarai Ningrum (Satine Zaneta), tersangka kasus pertama yang dirawat di rumah sakit jiwa. Interaksi mereka mengungkap fakta kedua kasus, termasuk peran Pakunjara (Niken Anjani). Sebaliknya, “Penjagal Iblis” mulai menampilkan mitologi uniknya.
Tommy Dewo menghilangkan kebosanan klenik Jawa (atau daerah lain) dan menciptakan dunia sendiri, mirip silat klasik campur fantasi. Idenya kreatif, seperti penjelasan naskah soal pemilihan korban, meski beberapa ide butuh riset lebih matang.
Sayangnya, naskah kurang melibatkan penonton dalam perjalanan Daru mengumpulkan petunjuk. Meski ada voice over, kita tak diajak berpikir seperti Daru, membuat investigasi terasa instan. Contohnya saat Daru tiba-tiba menemukan barang Ningrum yang hilang. Apa yang mendorongnya mencari “di sana”?
Namun, di luar kelemahan cerita, film ini mencoba memodifikasi presentasi. Animasi dalam flashback menghindari kesan bosan dan menghasilkan visual unik yang menarik meski singkat.
Sekali lagi, selalu ada cara menghindari monoton jika pembuatnya berusaha lebih. Tim efek spesial berhasil membuat “adegan lahiran” di babak ketiga terasa mengganggu, berbeda dengan horor lokal biasa yang mungkin memilih cara mudah dan ala kadarnya.
Di sisi lain, Satine Zaneta tampil meyakinkan sebagai penjagal iblis tangguh lewat gerak-gerik dan atletismenya. Satine menjaga semangat film saat aksi Tommy Dewo di babak puncak melemah.